Jakarta, CNN Indonesia --
Putra Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Avner Netanyahu, diam-diam mengubah namanya gegara takut celaka saat datang ke negara Muslim.
Hal itu dilaporkan surat kabar bisnis dan ekonomi Israel Calcalist pada Rabu (2/7), yang mengetahui bahwa Avner membeli apartemen di Inggris dengan nama berbeda.
Calcalist mulanya melaporkan bahwa Avner pada 2022 membeli apartemen di Oxford, Inggris, saat perekonomian London terjun bebas gegara kebijakan mini-budget Perdana Menteri Inggris Liz Truss. Pembelian itu membuatnya legal untuk tidak melaporkan aset asing ke otoritas pajak Israel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 23 September 2022, Truss mengumumkan kebijakan pemotongan pajak besar-besaran tanpa pendanaan yang jelas, yang mengakibatkan pound anjlok karena krisis kepercayaan pasar.
Tak lama setelahnya alias pada Oktober 2022, Avner membeli apartemen seharga 502.500 poundsterling atau sekitar 1,98 juta shekel saat itu.
Avner membeli apartemennya tepat 1,98 juta shekel, di bawah ambang batas pelaporan aset asing sebesar dua juta shekel yang diatur otoritas pajak Israel. Karena ini, Avner tak perlu melaporkan pembelian tersebut dan tak harus mengambil hipotek.
Saat membeli properti ini, Avner juga menggunakan nama lain, yakni Avi Segal. Segal merupakan nama belakang neneknya, Tzila Segal.
Pembelian properti asing dengan nama berbeda ini pun menjadi perbincangan di kalangan publik.
Avner telah buka suara soal ini dengan menyatakan bahwa nama Avi Segal sah dan sudah terdaftar di Kementerian Dalam Negeri Israel.
"Saya mengubah nama saya di kartu identitas saya di Kementerian Dalam Negeri Israel, lalu mengubah paspor dan SIM saya. Itu satu paket," katanya, seperti dikutip Middle East Eye (MEE).
"Kami melaporkan semua yang diperlukan kepada otoritas pajak di Israel dan Inggris. Semua tindakan saya sah, baik di sini maupun di sana," lanjutnya.
Berdasarkan pengakuannya, diketahui bahwa ternyata Avner telah mengganti namanya sejak 2022 ketika ayahnya Netanyahu masih menjadi Pemimpin Oposisi Israel. Ia mengaku mengubah nama karena masalah keamanan.
Saat itu, jabatan ayahnya membuatnya rentan, dan dirinya pun ditolak ketika meminta perlindungan dari Shin Bet untuk belajar di luar negeri.
"Saya tidak memiliki keamanan pada saat itu," katanya.
"Saya tahu bahwa jika saya berkeliaran dengan nama itu, di negara lain dengan warga Muslim, saya bisa ditikam oleh orang yang mendengar nama saya di stasiun kereta," ucapnya.
(blq/dna/bac)