Jakarta, CNN Indonesia --
Bagi warga Desa Biskang, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, kelapa sawit sudah seperti nadi kehidupan.
Selama bertahun-tahun, banyak keluarga menggantungkan nasib pada kebun kelapa sawit yang sempit-sekadar cukup untuk hidup, tapi tak banyak ruang untuk tumbuh.
Ketika lahan makin terbatas, sebagian orang memilih membuka hutan demi memiliki kebun baru. Yang tak ikut, terpaksa bertahan di atas lahan kecil, dengan hasil yang pas-pasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syafii Rambe tahu betul bagaimana rasanya. Petani kelapa sawit yang tinggal di Desa Biskang ini mengelola lahan seluas tiga hektare milik keluarganya. Hasil dari kebun tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan, tapi jelas tidak cukup untuk berkembang seperti memenuhi kebutuhan lainnya.
Dan dia tahu, membuka lahan baru bukanlah pilihan, apalagi jika harus menebang hutan.
"Dulu memang ada yang coba buka lahan ke hutan," cerita Syafii. "Tapi saya pilih bertahan dengan yang ada."
Titik terang datang pada awal 2024. Sebuah program bernama Sustainable Living Village (SLV) hadir di desanya.
Dikenalkan oleh Apical, perusahaan pengolahan minyak kelapa sawit, program ini menawarkan jalan baru melalui budidaya madu Trigona. Tujuannya sederhana tapi penting, memberikan sumber penghasilan lain bagi petani, agar tak lagi tergoda membuka hutan.
Syafii dan beberapa petani ikut pelatihan. Mereka belajar cara merawat lebah, memanen madu, hingga mengemasnya untuk dijual.
Tak hanya pelatihan, mereka juga diberi modal awal 40 stup lebah, bibit bunga untuk sumber pakan lebah, serta alat panen madu dan perlengkapan lainnya. Mereka lalu membentuk kelompok Benben Madu Biskang untuk mengelola usaha ini bersama.
"Hasilnya bisa 1,25 liter per stup waktu musim bunga bagus," kata Syafii. Dalam satu kali panen, mereka bisa dapat sekitar 50 liter madu. Dikemas dalam botol 120 ml, madu Trigona ini dijual Rp80 ribu per botol.
Sejak terjun ke dunia madu, Syafii mengaku tak lagi kepikiran membuka lahan baru. Kebun sawit tetap dipanen seperti biasa, tapi sekarang ada tambahan dari madu yang dipanen setiap tiga bulan.
"Dulu cuma sawit. Sekarang, ada penghasilan ekstra," ujarnya.
Pendampingan petani untuk budidaya madu (Foto: Arsip Apical)
Mendorong Perubahan Lewat Apical2030
Apical, salah satu pengolah minyak kelapa sawit terbesar di dunia, mulai menyadari urgensi mengatasi deforestasi sejak 2014. Saat itu, banyak petani mitra masih membuka lahan hutan untuk memperluas kebun demi meningkatkan produksi dan pendapatan.
Praktik ini menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan industri sawit.
Untuk mengubah arah tersebut, Apical memperkenalkan inisiatif besar bernama Apical2030 -sebuah komitmen jangka panjang untuk membangun rantai pasok sawit yang bertanggung jawab, inklusif, dan ramah lingkungan.
Pilar pertama dalam inisiatif Apical2030 adalah Kemitraan Transformatif, yang fokus membangun kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di sepanjang rantai pasok.
Tujuannya adalah mendorong perubahan positif terkait kepatuhan terhadap prinsip NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation), ketertelusuran, dan konservasi.
Program unggulan dari pilar ini adalah Sustainable Living Village (SLV). Saat ini, Apical telah mengembangkan 12 desa SLV di Aceh Singkil, Acehdan 3 desa di Kutai Timur, Kalimantan Timur, dengan target membentuk total 30 desa.
Di desa-desa ini, Apical bekerja langsung dengan para petani untuk memperkenalkan alternatif mata pencaharian yang tidak bergantung pada perluasan kebun sawit.
Sebagai contoh, di Desa Biskang, Aceh Singkil, Aceh, para petani dibina untuk membudidayakan lebah Trigona dan memproduksi madu berkualitas tinggi. Di Kutai Timur, Kalimantan Timur, Apical mendorong budidaya kakao sebagai sumber pendapatan tambahan. Lewat pendekatan ini, petani tetap memperoleh penghasilan tanpa harus membuka lahan hutan baru.
Inisiatif ini selaras dengan target besar Apical untuk menerapkan prinsip NDPE secara menyeluruh pada tahun 2030.
Saat ini, progres menuju target tersebut telah mencapai sekitar 93 persen, menandakan bahwa sebagian besar rantai pasok Apical sudah mematuhi standar keberlanjutan, termasuk bebas dari deforestasi dan eksploitasi lahan gambut.
Selain program SLV dan komitmen NDPE, Apical2030 juga dibangun di atas tiga pilar lainnya, yaitu Aksi Iklim, Inovasi Hijau, dan Progres Inklusif.
Aksi Iklim diwujudkan melalui pengurangan separuh emisi gas rumah kaca dari berbagai lini produksi Apical. Target ini juga mencangkup pencapaian netral karbon pada 2050.
Sementara itu, Inovasi Hijau berfokus pada bagaimana proses produksi dilakukan melalui penerapan teknologi dan praktik ramah lingkungan, pengelolaan air dan pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Terakhir, Progres Inklusif bertujuan memastikan bahwa komitmen keberlanjutan dapat dirasakan oleh seluruh pihak.
Meningkatkan Kesejahteraan Petani
CSR Manager Apical, Sugiantoro, menjelaskan bahwa program Sustainable Living Village (SLV) di Aceh Singkil bukan hanya membantu menjaga lingkungan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani.
"Melalui budidaya madu Trigona, para petani mendapatkan pelatihan lengkap tentang cara membudidayakan, memanen, dan memasarkan madu Trigona," ujar Sugiantoro.
Apical tidak hanya memberikan pelatihan, tetapi juga mendampingi petani dalam proses pengemasan produk agar madu lebih mudah diterima di pasar.
Pendampingan ini membuka wawasan petani tentang praktik pertanian yang berkelanjutan-yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tapi juga menjaga kelestarian alam.
Sugiantoro menambahkan, Apical juga membekali petani kecil dengan pelatihan Praktik Pertanian yang Baik (GAP) dan mendukung mereka untuk mendapatkan sertifikasi Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
"Langkah ini mendukung agenda Kementerian Pertanian untuk menciptakan rantai pasokan yang lebih inklusif," katanya.
Pelatihan dan sertifikasi ini sekaligus membuka akses petani ke berbagai bantuan pemerintah, seperti distribusi benih, program peremajaan tanaman, pemasaran, serta dukungan pendanaan.
Dia menegaskan pendampingan Apical ini menjadi langkah penting untuk mempersiapkan petani dalam meraih sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Petani di Aceh Singkil seperti Syafii Rambe, dan di daerah lain, kini mendapat manfaat ganda dari program SLV.
Mereka bisa menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan pendapatan. Di tengah tantangan perubahan iklim dan tekanan ekonomi, program ini menjadi titik terang-membawa harapan bahwa masa depan petani bisa lebih hijau, mandiri, dan sejahtera.
(dhf/asa)