Jakarta, CNN Indonesia --
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) merespons isu dugaan kerugian sebesar Rp63 triliun imbas kuota internet hangus.
Direktur Eksekutif ATSI Marwan O. Baasir mengatakan pemberlakuan masa aktif merupakan praktik yang wajar dalam industri telekomunikasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kuota internet bergantung pada lisensi spektrum yang diberikan pemerintah dalam jangka waktu tertentu, bukan volume pemakaian. Hal ini berbeda dengan listrik atau kartu tol," ujar Marwan dalam keterangannya, Kamis (12/6).
Ia menyebut penerapan masa aktif juga umum diberlakukan di berbagai sektor seperti tiket transportasi, voucher, dan keanggotaan klub.
"Operator global seperti Kogan Mobile (Australia) dan CelcomDigi (Malaysia) pun menerapkan kebijakan serupa: kuota hangus jika tak digunakan dalam masa berlaku," katanya.
Marwan memastikan ATSI dan seluruh anggotanya selalu berkomitmen pada prinsip tata kelola yang baik dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Penetapan harga, kuota, dan masa aktif layanan prabayar telah sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu Pasal 74 Ayat 2 PM Kominfo No. 5 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan.
Hal ini juga dinilai sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, yang menegaskan bahwa pulsa bukan merupakan alat pembayaran sah maupun uang elektronik, sehingga juga sudah dikenakan PPN sebagaimana barang konsumsi lainnya.
Lebih lanjut, Marwan menyoroti transparansi sebagai prinsip utama yang dipegang anggota ATSI. Ia menyebut operator anggota ATSI selalu menyampaikan informasi masa aktif, kuota, dan hak pelanggan secara terbuka melalui situs resmi dan saat pembelian paket.
Setiap pilihan paket data yang ditawarkan atau disediakan kepada pelanggan sudah disertai dengan syarat dan ketentuan mengenai besaran kuota data, harga dan masa aktif penggunaan atas paket data yang dibeli (expired date) tersebut.
Pelanggan diberikan kebebasan serta keleluasaan untuk memilih dan membeli paket data sesuai keinginan dan kebutuhan.
ATSI terbuka untuk berdialog dengan seluruh pemangku kepentingan guna meningkatkan literasi digital masyarakat.
"Kami percaya, kebijakan yang adil bagi pelanggan dan mendukung keberlanjutan industri harus berbasis pada pemahaman menyeluruh atas model bisnis telekomunikasi," tuturnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Okta Kumala Dewi bicara soal temuan potensi kerugian negara akibat praktik hangusnya kuota internet pelanggan. Ia mengutip data dari Indonesian Audit Watch (IAW) yang menyebut angka kerugiannya mencapai Rp63 triliun per tahun.
Okta menyebut praktik hangusnya kuota dinilai merugikan pelanggan. Menurutnya, model bisnis yang membiarkan kuota yang telah dibayar hilang begitu saja bukan hanya soal teknis, tapi menyangkut prinsip keadilan dan transparansi.
"Saya sangat prihatin atas temuan ini. Kuota internet yang sudah dibeli masyarakat adalah hak yang tidak boleh hilang tanpa jejak. Ini bukan semata masalah teknis, ini soal transparansi dan keadilan. Negara tidak boleh diam," ujar Okta dalam keterangan tertulis, Minggu (8/6), dikutip dari Detik.
Okta lantas mendorong Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) serta Kementerian BUMN untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan kuota oleh operator seluler.
"Masyarakat berhak tahu ke mana perginya kuota yang tidak terpakai dan bagaimana pencatatannya di laporan keuangan perusahaan," katanya.
(lom/dmi)