CNN Indonesia
Rabu, 11 Jun 2025 05:52 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 sebesar 2,3 persen.
Padahal Januari lalu, Bank Dunia meramal ekonomi global bisa tumbuh hingga 2,7 persen pada tahun ini.
Pemangkasan proyeksi ini dengan mempertimbangkan pemberlakuan tarif Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi, serta ketidakpastian yang meningkat sebagai dampak kebijakan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam laporan Prospek Ekonomi Global yang dirilis Selasa (10/6), Bank Dunia menurunkan perkiraannya untuk hampir 70 persen negara, termasuk AS, China dan Eropa.
Analis Bank Dunia menilai tarif yang lebih tinggi dan ketidakpastian yang meningkat menimbulkan hambatan ekonomi yang signifikan bagi seluruh negara. Itu akan menjadi tingkat pertumbuhan paling lambat di luar resesi besar-besaran sejak 2008.
Bank Dunia juga menyebut dekade ini kemungkinan akan menjadi yang terlemah sejak 1960-an.
Kepala ekonom Bank Dunia Indermit Gill mengatakan kemajuan ekonomi selama beberapa dekade di negara-negara berkembang telah terhenti dalam beberapa tahun terakhir, dengan pertumbuhan investasi dan perdagangan melambat, dan utang menumpuk.
"Di luar Asia, negara-negara berkembang menjadi zona bebas pembangunan," katanya.
Dalam laporan itu, Bank Dunia menulis pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang telah menurun selama tiga dekade, yakni dari 6 persen per tahun pada periode 2000-an, menjadi 5 persen pada 2010-an, hingga kurang dari 4 persen pada 2020-an.
Bank Dunia lantas mendesak pemerintah untuk berunding guna mengakhiri ketegangan perang dagang, serta menyerukan negara-negara berkembang untuk membangun kembali keuangan publik mereka dengan memperluas basis pajak mereka, dan melaksanakan reformasi dengan harapan dapat menarik investasi.
Ramalan Bank Dunia mengasumsikan tarif resiprokal (timbal balik) tinggi yang diumumkan Trump pada April tidak akan diberlakukan kembali. Bank tersebut mengatakan situasi dapat memburuk lebih jauh, jika tarif akhirnya malah dikenakan lebih tinggi dari yang diharapkan dan ketidakpastian terus berlanjut.
"Risiko terhadap prospek global tetap condong ke arah negatif," katanya.
Sejak Januari lalu, Trump telah membuat banyak pengumuman pengenaan tarif impor nyaris ke seluruh negara mitra dagang, serta pungutan tinggi untuk komoditas tertentu seperti baja.
(pta)