Jakarta, CNN Indonesia --
Jumbo menjadi fenomena tersendiri saat rilis pada Lebaran 2025 hingga akhirnya jadi film Indonesia terlaris sepanjang masa. Dari sana, banyak yang menilai film animasi lokal kian berkembang di layar lebar.
Capaian Jumbo bisa menempati takhta tertinggi perolehan box office Indonesia bukan datang dalam semalam. Jumbo juga bukan film animasi lokal pertama yang berusaha eksis di layar perak di tengah riuh film panjang horor dan drama Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film animasi lokal memang sebenarnya sudah berkembang cukup jauh bila dilihat dalam 10 tahun terakhir. Setidaknya, potret perjuangan tersebut mulai bisa dilihat saat film animasi Meraih Mimpi tayang pada 2009 yang kemudian dapat batu loncatan lewat Battle of Surabaya atau 10th November (2015).
Battle of Surabaya mendulang banyak penghargaan dan membuktikan Indonesia mampu untuk membuat film animasi secara layak, seperti Most People's Choice Award dalam the International Movie Trailer Festival (IMTF), Best Animation pada Hollywood International Motion Pictures Film Festival 2018, dan Best Animation di Milan International Film Festival 2017.
Dari sana, film animasi lokal seolah mendapat suntikan semangat untuk terus berusaha mengasah kemampuan teknis dan narasi agar dapat bersaing menarik minat penonton film Indonesia. Sebut saja Si Juki the Movie: Panitia Hari Akhir (2017), Riki Rhino (2020), Nussa (2021), dan Adit Sopo Jarwo the Movie (2021).
Sebagian judul film animasi lokal tersebut juga bukan sekonyong-konyong muncul, melainkan merupakan pengembangan intellectual property (IP) yang sudah ada sebelumnya dan punya basis penggemar.
Hal itu terjadi pada Si Juki the Movie (2017) yang merupakan pengembangan dari komik Si Juki yang sudah ada dari 2012, Nussa dari serial animasi populer di YouTube sejak 2018, serta Adit Sopo Jarwo dari serial televisi bertajuk sama yang tayang sejak 2014.
Meski begitu, sudah pernah ada dan memiliki penggemarnya sendiri bukan berarti karya-karya animasi ini bisa langsung melenggang sukses saat ditayangkan di layar lebar. Hal ini karena untuk bisa tayang dan bertahan di bioskop, sebuah film benar-benar harus memiliki strategi yang bisa mendatangkan penonton.
Sudah jadi rahasia umum bila bioskop bisa dengan tega menurunkan layar tayang bila melihat tren penurunan penonton sebuah film terjadi cukup signifikan, atau dinilai tak lagi cukup mampu membuat kursi-kursi studio bioskop terisi.
Apalagi, berdasarkan pengamatan, sebuah film bisa langsung mengalami penurunan penonton 30-50 persen pada pekan kedua penayangan.
Lanjut ke sebelah...