Pendaki Cerita Tantangan dan Bahaya dalam Pendakian Gunung Rinjani

5 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Juliana Marins, perempuan asal Brasil, ditemukan meninggal kala mendaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Ramai perdebatan di media sosial perihal pendakian di sana. Berikut sejumlah tantangan bagi siapa pun yang berniat menyambangi gunung tertinggi ketiga di Indonesia ini.

Badan SAR Nasional (Basarnas) mengonfirmasi bahwa Juliana Marins meninggal dunia. Tim penyelamat berhasil menjangkau korban yang berada di kedalaman 600 meter.

"Pukul 18.31 WITA, tiga orang potensi SAR atas nama Syamsul Fadli dari unit Lombok Timur, Agam dan Tito dari Rinjani Squad menyusul turun mendekati korban dan setelah dikonfirmasi dipastikan korban dalam kondisi meninggal dunia, selanjutnya korban dilakukan wrapping survivor," kata Kabasarnas Marsekal Madya Mohammad Syafii dalam keterangannya pada Selasa (24/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kematian Marins menuai kehebohan di media sosial. Sebagian netizen mengamini bahwa Gunung Rinjani memang bukan gunung yang mudah didaki dan tidak ramah pendaki pemula.

Suryo Utomo, jurnalis CNN Indonesia, belum lama ini kembali dari pendakian di Gunung Rinjani. Gemar mendaki sejak 1994, Suryo mengaku dirinya total sudah empat kali mengunjungi Rinjani.

"Kemarin saya 8-11 Juni [perjalanan], pada 9 Juni 2025 muncak. Jadi kemarin [pendakian] keempat, sudah lumayan terbiasa. Kalau pas pertama dulu, syok medannya, lalu cuaca juga. Cuaca di sana benar-benar ekstrem. Sekarang bisa terik, lalu berubah berkabut, tiba-tiba hujan," kata Suryo saat dihubungi pada Rabu (25/6).

Dari pengalamannya menyambangi Rinjani, ada sejumlah tantangan yang diberikan Rinjani pada siapa pun yang berkunjung. Apa saja?

1. Cuaca

Menurut Suryo, pendaki yang belum pernah ke Rinjani bakal dikejutkan dengan perubahan cuaca yang begitu ekstrem. Barangkali Anda jarang mendapati unggahan atau cerita di media sosial tentang betapa ekstremnya cuaca di sana.

Dia menuturkan cuaca bisa berubah dalam hitungan menit. Cuaca cerah, lanjut Suryo, suhu kira-kira 15 derajat Celcius. Kemudian suhu bisa turun menjadi 10 derajat Celcius ketika turun kabut atau bahkan jauh di bawahnya.

"Kalau kita bikin konten kan yang baik-baik aja, langit cerah. Cuman cuaca ekstremnya enggak diceritain," katanya.

2. Medan pendakian

Tim SAR berupaya mengevakuasi turis Brazil bernama Juliana (27) di Gunung Rinjani, Senin (23/6/2025).Ilustrasi. Medan pendakian Gunung Rinjani terbilang ekstrem dan tidak disarankan untuk pendaki pemula. (dok. SAR Mataram)

Tak berhenti di cuaca, tantangan yang jelas kentara adalah medan pendakian. Medannya terbuka, jarang terdapat pohon, dataran, dan jurang benar-benar perlu mendapat perhatian lebih dari pendaki.

Dari Sembalun sampai camp pertama

"Jadi dari Sembalun sampai camp pertama itu padang rumput, nyaris tidak ada pohon. Ada cemara tapi enggak ada daunnya jadi susah berteduh. Nah ekstrem pertama di situ kalau jalur Sembalun. Kalau jalur Senaru masih ada pohon-pohon hijau," kata Suryo.

Jalur dengan lingkungan alam terbuka seperti itu menuntut pendaki untuk beradaptasi dengan perubahan suhu ekstrem. Suhu bisa begitu tinggi, lalu tiba-tiba drop.

Menurut dia, pendaki yang tidak kuat mental bisa gampang kehilangan konsentrasi dan mudah putus asa. Bagaimana tidak? Mungkin di depan terlihat orang dengan jarak terasa dekat padahal jauh.

Dari Plawangan Sembalun sampai gigir Rinjani

Tantangan berikutnya adalah menapaki punggungan Rinjani, antara Plawangan dan gigir Rinjani (lereng atau sisi gunung). Suryo menyebut punggungan memiliki medan sangat ekstrem yang sebagian berupa pasir.

Gigir Rinjani disebut sebagai puncak bayangan. Pendaki seolah mencapai puncak tapi sesungguhnya belum. Di sini biasanya pendaki beristirahat sebab energi sudah tersita di 'track' pasir.

Akan tetapi, pendaki musti hati-hati sebab di kanan kiri adalah jurang.

"[Jatuh] ke kiri ke Sembalun, kanan ke danau. Katakan lebar 'track' ada 3-4 meter, tapi kalau tidak konsentrasi bisa tergelincir. Awal gigir itu ada medan landai, buat pendaki itu 'bonus'. Tapi itu rawan. Sempat ada pendaki Malaysia hilang, bablas dia, turun ke arah danau," ujarnya.

Tanjakan 'letter E'

Gunung RinjaniIlustrasi. Selain medan, cuaca ekstrem juga jadi tantangan buat pendaki. Cuaca di Gunung Rinjani bisa berubah dalam hitungan menit. (Dok. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani)

Di gigir, pendaki beristirahat untuk berikutnya perjalanan ke puncak yang sesungguhnya. 'Track' terkenal dengan sebutan 'letter E' yakni tanjakan ekstrem berupa pasir campur kerikil. Medan seperti ini cukup sulit membuat langkah kaki cukup stabil.

"Bisa gampang tergelincir terutama yang enggak punya kemampuan mengelola langkah. Kita naik tiga langkah, turun dua langkah. Pendaki harus berjibaku, nanjak ekstrem, sekitar dua jam. Itu bisa bikin orang putus asa, pengin turun. Padahal turun jauh, naik juga jauh. Bisa bikin buyar," kata Suryo.

3. Turun gunung

Sebenarnya sebagian besar kecelakaan selama pendakian gunung terjadi saat pendaki turun gunung. Menurut Suryo, kecelakaan bisa terjadi akibat kelelahan, euforia sampai puncak, dan rasa malas karena ingat harus turun.

"Males karena kan sudah mencapai sesuatu yang jadi harapan. Puncak itu bukan tujuan tapi rumah. Puncak itu bonus," imbuhnya.

(els/els)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |