Piyu Geram Lihat Kerja LMKN di Tengah Kisruh Royalti: Bubarkan Saja

7 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Satriyo Yudi Wahono alias Piyu mengaku geram dengan kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang tak kunjung menuntaskan masalah hak cipta dan royalti musik.

Ia menilai LMKN lebih banyak bungkam mengenai hak cipta dan royalti meski mempunyai wewenang dalam kemelut tersebut. Piyu bahkan mendorong LMKN untuk dibubarkan jika tidak bisa mengambil tindakan konkret.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harusnya diberi kesempatan. Kalau ada pelanggaran, LMKN yang maju. Kenapa kami AKSI menuntut, somasi, dan terjadi pelanggaran-pelanggaran? Ini kan tidak kompeten," ungkap Piyu. "LMKN dibubarkan saja kalau memang tidak mampu. Harusnya begitu."

Piyu yang menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) itu kemudian menegaskan akan segera menggugat LMKN imbas nihilnya kontribusi lembaga itu dalam penanganan kemelut royalti dan hak cipta.

Dalam gugatan itu, AKSI berencana menggugat kewenangan LMKN suatu lembaga manajemen kolektif. Asosiasi itu pun menuduh LMKN tidak memiliki kapasitas untuk menjalankan tugasnya.

"Kami akan segera gugat LMKN. Akan kami gugat, tentang kewenangan," ujar Piyu, seperti diberitakan detikPop pada Rabu (25/6).

"Tentang kewenangan. Jadi, kewenangan mereka apakah sudah sesuai dengan UU Hak Cipta, apa mereka sudah bisa menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga manajemen kolektif nasional dan karena kami duga LMKN ini tidak bisa menjalankan tugasnya," lanjut sang musisi.

Kemelut hak cipta dan royalti musik masih menjadi polemik panjang di industri. Persoalan itu mencuat sejak para penulis lagu mengutarakan keresahannya karena merasa tidak mendapat hak dari karya-karya ciptaan mereka.

Beberapa penulis lagu kemudian membuat somasi dan membawa perkara itu ke ranah hukum, seperti Ari Bias yang menggugat perdata Agnez Mo atas penggunaan lagu Bilang Saja.

Masalah berlanjut ketika beberapa musisi mengikuti jejak Ari Biasa mempersoalkan karya-karya buatan mereka, seperti Richard Kyoto terhadap Hetty Koes Endang, Posan Tobing terhadap Kotak, hingga Ndhank terhadap Andre Taulany dan Stinky.

Terbaru, Vidi Aldiano juga tengah menghadapi gugatan terkait hak cipta lagu Nuansa Bening. Gugatan itu diajukan dua pencipta lagu tersebut, Keenan Nasution dan Rudi Pekerti.

[Gambas:Video CNN]

Gugatan itu teregister di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 51/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Jkt.Pst. Minola Sebayang, pengacara Keenan dan Rudi, mengungkapkan Vidi digugat sebesar Rp24,5 miliar dalam kasus tersebut.

Menurut UU Hak Cipta atau UU Nomor 28 Tahun 2014, membawakan lagu seseorang yang bukan ciptaannya di tempat umum apalagi secara komersial, memerlukan izin atau lisensi dari pemegang hak cipta atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Pertunjukan lagu tersebut bisa dibawakan tanpa izin atau pengecualian bila bertujuan untuk pendidikan, penelitian, atau kegiatan non komersial, serta bila lagu masuk domain publik. Sehingga, izin dari pencipta lagu sebenarnya tidak diperlukan bila untuk acara non-komersial atau pribadi.

Sementara bila membawakan lagu dalam acara komersil seperti konser, royalti dibayarkan oleh penyelenggara acara kepada pencipta lagu melalui LMK sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Sedangkan penyanyi sebenarnya tidak wajib untuk membayar royalti, selama pihak penyelenggara sudah memenuhi kewajiban tersebut.

CNNIndonesia.com sudah menghubungi Dharma Oratmangun selaku Ketua LMKN terkait protes Piyu tersebut, tapi belum mendapat respons.

Infografis Daftar Tarif Royalti Musik di Mal, Karaoke, hingga DiskotekInfografis Daftar Tarif Royalti Musik di Mal, Karaoke, hingga Diskotek. (CNNIndonesia/Basith Subastian)

(frl/end)

Read Entire Article
| | | |