CNN Indonesia
Rabu, 02 Jul 2025 18:42 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Perdana Menteri Fiji Sitiveni Rabuka blak-blakan menolak kehadiran militer China di kawasan Pasifik.
Dalam pernyataan pada Rabu (2/7), Rabuka berujar Fiji tak akan menyambut kedatangan China di Samudra Pasifik Selatan, apalagi jika Beijing sampai berniat membangun pangkalan militer permanen di negaranya.
"Jika mereka mau datang, siapa yang akan menyambut mereka? Bukan Fiji," kata Rabuka kepada wartawan saat berpidato di National Press Club Australia, seperti dikutip AFP, Rabu (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira China memahaminya dengan baik," sambungnya.
Beberapa tahun terakhir, China meningkatkan kehadiran angkatan lautnya di kawasan Pasifik, termasuk di Pasifik Selatan, sebagai bagian dari strategi modernisasi angkatan laut dan proyeksi kekuatan global.
Kapal-kapal Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLAN) telah lalu-lalang di Pasifik sejak 2022 untuk berkunjung ke sejumlah negara, termasuk Indonesia, Papua Nugini, hingga Tonga. Kunjungan PLAN itu pada dasarnya untuk mempererat hubungan bilateral dan militer.
Pada Februari 2025, China melakukan latihan tembak-menembak langsung di Laut Tasman, yang terletak antara Selandia Baru dan Australia. Aksi ini memicu kekhawatiran Australia dan Selandia Baru karena China tidak banyak memberikan informasi soal aktivitasnya di sana.
Latihan militer China di Laut Tasman sampai memaksa penerbangan internasional mengalihkan rute.
Kehadiran armada China di Pasifik beberapa tahun terakhir ini lantas menguatkan spekulasi bahwa Beijing sedang berupaya membangun pangkalan permanen untuk mendukung operasi angkatan laut jarak jauh mereka. Hal ini salah satunya terlihat lewat kesepakatan keamanan China dan Kepulauan Solomon pada 2022 yang memungkinkan kapal PLAN berlabuh dan mengisi ulang di negara kepulauan itu.
AS, Australia, dan Selandia Baru telah menyatakan kekhawatiran bahwa pakta ini dapat membuka jalan bagi kehadiran militer permanen China di Pasifik Selatan.
Melanjutkan pernyataannya, Rabuka menegaskan Pasifik Selatan harus menjadi "lautan perdamaian" yang bebas dari ambisi negara adikuasa.
"Kami tidak ingin persaingan negara adidaya atau persaingan negara kekuatan besar terjadi di Pasifik," ucapnya.
"Partisipasi China dalam pembangunan kami seharusnya tidak mempengaruhi cara kami berinteraksi dengan Australia, Selandia Baru, dan Amerika," tukasnya.
(blq/rds/bac)