Setahun Tragedi Jeju Air: Investigasi Molor, Keluarga Korban Protes

3 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Investigasi kecelakaan pesawat Jeju Air di Bandara Muan Korea Selatan yang menewaskan 179 orang dipastikan melampaui tenggat waktu satu tahun untuk merilis laporan kemajuan.

Keterlambatan laporan ini memicu gelombang protes dari keluarga korban yang mulai meragukan kredibilitas penyelidikan pemerintah Korea Selatan.

Dua pejabat dari dewan investigasi kecelakaan negara mengonfirmasi bahwa mereka tidak dalam posisi untuk merilis pembaruan interim pada peringatan satu tahun tragedi yang jatuh pada Senin (29/12). Insiden ini tercatat sebagai kecelakaan pesawat terburuk yang pernah terjadi di Korea Selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 29 Desember 2024, pesawat Boeing 737-800 milik maskapai Jeju Air melakukan pendaratan darurat di Bandara Muan. Pesawat tersebut melampaui ujung landasan pacu, menghantam tanggul beton, dan meledak hebat. Dari total 181 orang di dalam pesawat, hanya dua orang yang dinyatakan selamat.

Menurut laporan pendahuluan Januari lalu, Dewan Investigasi Kecelakaan Penerbangan dan Kereta Api (ARAIB) menyebutkan bahwa kedua mesin pesawat mengalami serangan burung atau bird strike.

Namun, investigasi terbaru pada bulan Juli 2025, yang tidak dipublikasikan ke publik, mengungkapkan bahwa pilot mematikan mesin yang kerusakannya lebih ringan setelah insiden bird strike tersebut.

Para keluarga korban merasa penyelidik terlalu fokus menyalahkan kesalahan pilot tanpa mengeksplorasi faktor infrastruktur bandara. Salah satu titik krusial adalah keberadaan struktur beton di luar ujung landasan pacu yang dianggap membuat dampak kecelakaan jauh lebih mematikan.

"Semua keraguan terus membesar. Setahun telah berlalu, dan rasa frustrasi ini terus menumpuk," ujar Ryu Kum-Ji (42), yang kehilangan kedua orang tuanya dalam kecelakaan tersebut, seperti dilansir Reuters.

Sebagai bentuk protes, Ryu dan keluarga korban lainnya melakukan aksi cukur gundul di depan kantor kepresidenan. Mereka menuntut adanya penyelidikan independen dan transparan, serta menuding Kementerian Transportasi terlibat dalam kegagalan pengawasan yang memicu kecelakaan.

Lembaga anti-korupsi Korea Selatan dalam laporannya pekan ini menemukan fakta mengejutkan, yakni bangunan beton di Bandara Muan melanggar standar lokal dan global.

Berdasarkan aturan penerbangan internasional, struktur di area sekitar landasan pacu harus bersifat "frangible" atau mudah hancur jika terjadi benturan agar tidak menyebabkan kerusakan fatal pada pesawat dan penumpangnya. Bangunan beton di Muan yang kokoh justru menjadi "tembok maut" bagi pesawat Jeju Air.

Menanggapi kekacauan ini, Parlemen Korea Selatan dijadwalkan akan meluncurkan penyelidikan independen pada Selasa (30/12) mendatang. Anggota parlemen juga telah mengusulkan perombakan anggota dewan investigasi dan memindahkan pengawasan badan tersebut dari Kementerian Transportasi ke Kantor Perdana Menteri guna menjamin independensi.

Sesuai aturan badan penerbangan PBB (ICAO), laporan akhir seharusnya dirilis dalam setahun, atau minimal memberikan pernyataan interim pada setiap peringatan tahunan. Namun, dewan investigasi saat ini memilih menunda laporan hingga komite baru terbentuk berdasarkan undang-undang yang sedang digodok.

(wiw)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |