Walhi Gugat Pasal Lingkungan Hidup UU Ciptaker ke MK Hari Ini

1 day ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bakal memasukkan permohonan uji materi atau judicial review terhadap sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Kamis (5/6).

Permohonan tersebut diajukan bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Menurut Walhi, UU Cipta Kerja yang disebut sebagai Omnibus Law pertama di Indonesia tidak jauh berbeda dengan Undang-undang masa kolonial dan berbahaya bagi lingkungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Walhi dan Tim Advokasi untuk Keadilan Ekologis akan menggugat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sektor lingkungan ke Mahkamah Konstitusi agar Mahkamah Konstitusi mencabut Pasal-pasal bermasalah di dalamnya," tulis Walhi dalam postingan di akun Instagramnya, Rabu (4/6).

Pada sektor lingkungan, menurut Walhi, Undang-undang Cipta Kerja tidak hanya mereduksi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat perizinan usaha, melainkan juga memuluskan eksploitasi sumber daya alam dan merampas ruang hidup rakyat di berbagai daerah

"Selain itu, Undang-undang Cipta Kerja yang menuai protes karena mengabaikan partisipasi publik yang bermakna sejak penyusunan hingga penetapannya menjadi Undang-undang," tulis Walhi.

Dilansir dari siaran pers tertanggal 10 Agustus 2023, Walhi yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat menilai dalam konteks lingkungan ada beberapa dampak bahaya dari UU Cipta Kerja.

Pertama dalam konteks kejahatan kehutanan, di mana UU Cipta Kerja secara prinsip mengampuni kejahatan kehutanan melalui mekanisme keterlanjuran dan mereduksi sanksi pidana menjadi sanksi administrasi yang juga menempatkan kuantifikasi lingkungan serta dampak lingkungan menjadi uang.

Pengampunan kejahatan kehutanan ini dioperasionalkan melalui Pasal 110 A dan 110 B.

Walhi menilai, proses pengampunan dugaan kejahatan kehutanan tersebut melaju cepat di tahun politik.

[Gambas:Instagram]

Berdasarkan analisis Walhi, dari korporasi-korporasi yang diidentifikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagian besarnya tergabung dalam grup besar sawit di Indonesia.

Bahkan, selain beraktivitas illegal dalam kawasan hutan, sebagian besar korporasi tersebut melakukan pelanggaran lainnya, seperti kebakaran hutan dan lahan serta perampasan tanah yang menyebabkan konflik dengan masyarakat.

Selain itu, pasal mengenai percepatan pengukuhan kawasan hutan tidak diatur lebih lanjut sehingga akan sangat mungkin mengukuhkan kawasan hutan tanpa persetujuan rakyat.

Kewenangan DPR untuk memberikan persetujuan terhadap usulan perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan juga dihapus. Kondisi itu, menurut Walhi, akan menghilangkan mekanisme check and balance terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Selain memperlemah penegakan hukum dan menghilangkan tanggung jawab negara untuk melindungi batas minimal 30 persen kawasan hutan, Undang-undang Cipta Kerja juga mereduksi makna AMDAL.

Dalam Undang-undang Cipta Kerja, terang Walhi, dokumen AMDAL merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau kegiatan. Ketentuan ini mereduksi makna AMDAL yang sebelumnya merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan.

Selain itu, Pasal 162 UU Cipta Kerja dinilai juga mengafirmasi Pasal 162 di Undang-undang Mineral dan Batu Bara yang sering dipakai oleh aparat penegak hukum dan korporasi untuk mengkriminalisasi rakyat yang mempertahankan wilayah kelolanya dari ancaman aktivitas pertambangan.

(ryn/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |