Guru Besar IPB Dorong Pembentukan Undang-undang AI, Ini Alasannya

4 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Guru Besar Ilmu Kecerdasan Buatan (AI) IPB University Yeni Herdiyeni menilai Indonesia perlu segera menyusun Undang-undang khusus yang mengatur pengembangan dan pemanfaatan AI.

Menurut Yeni, UU mengenai AI saat ini diperlukan menyusul pesatnya perkembangan teknologi ini serta berbagai risiko yang menyertainya, seperti disinformasi, kesalahan algoritma, hingga potensi ancaman terhadap ketahanan nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Undang-undang itu perlu, karena ini produk teknologi yang bisa berdampak positif dan negatif," ujar Yeni, melansir laman resmi IPB, Sabtu (21/6).

Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, China, Brasil, Kanada, Jepang, hingga Uni Eropa juga sudah mulai menyusun regulasi khusus terkait kecerdasan buatan. Langkah ini mencerminkan keseriusan mereka dalam menghadapi tantangan dan risiko yang ditimbulkan oleh perkembangan akal imitasi.

Ia kemudian mencontohkan bagaimana teknologi AI saat ini mulai digunakan dalam konflik global, serta disalahgunakan dalam konteks politik, seperti pada pemilu untuk memanipulasi opini publik melalui bot dan penyebaran disinformasi.

Menurutnya jika regulasi mengenai AI ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.

"Kalau dilihat dari sisi kebijakan pemerintah saat ini mulai dari pendidikan dasar dan menengah akan diberi materi tentang AI. Perlu kehati-hatian dalam merumuskan kebijakan dan arah pendidikan," ujarnya.

Yeni mengatakan saat ini yang diperlukan oleh generasi muda adalah mengembangkan pemikiran kritis dan mengembangkan kemampuan kognitif yang baik. Menurutnya jangan sampai generasi muda Indonesia hanya menjadi pengguna teknologi AI tanpa pengembangan kognitif yang kuat dalam berpikir.

Ia juga menyoroti bahwa ketiadaan undang-undang AI dapat membuka celah bagi penyalahgunaan data.

"Kalau tidak ada undang-undangnya, akan sulit jika ada pihak yang mengumpulkan data tanpa persetujuan pemiliknya dan menggunakannya untuk mengembangkan model AI. Mau dijerat dengan apa? Ini beda dengan UU ITE. UU AI memastikan bahwa inovasi yang dikembangkan harus bertanggung jawab," ujarnya.

Dampak buruk

Menurut Yeni tanpa regulasi yang jelas, penggunaan AI bisa berdampak buruk bagi sejumlah sektor, termasuk politik. Ia menilai sektor politik sebagai sektor yang paling rentan terhadap penyalahgunaan AI.

"Banyak chatbot di media sosial yang memengaruhi opini publik, padahal itu bukan suara manusia," jelasnya.

Selain itu, kejahatan berbasis AI yang menggunakan modus meniru pejabat mulai terkuak satu per satu. Pada awal tahun ini, Bareskrim Polri mengungkap modus penipuan dengan berpura-pura menjadi Presiden Prabowo Subianto dan pejabat pemerintah lainnya memanfaatkan teknologi AI deepfake.

Sementara, di sektor pendidikan, meski ada pelanggaran seperti plagiarisme berbasis AI, rambu-rambu penanganannya relatif lebih tertata.

"IPB University sedang memfinalisasi panduan penggunaan AI untuk akademik, penelitian dan pengabdian masyarakat. Namun, pemerintah perlu menyiapkan UU AI agar semua institusi punya acuan seragam," tuturnya.

Wamenkomdigi Nezar Patria mengatakan pemerintah sebetulnya juga tengah menyiapkan regulasi baru terkait tata kelola kecerdasan buatan. Kebijakan tersebut akan menjadi bagian dari upaya menyusun ekosistem AI yang inklusif, aman, dan berkelanjutan di Indonesia.

Menurut Nezar regulasi baru itu bisa saja berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri, tergantung kebutuhan dan urgensi pengaturannya.

Indonesia saat ini masih belum memiliki aturan yang mengawal AI. Satu-satunya acuan terkait AI yang telah dirilis adalah Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.

Namun begitu, SE tersebut hanya sekadar anjuran dengan implementasi yang sifatnya sukarela.

Meski begitu, Nezar mengapresiasi para pelaku industri yang telah mengadopsi panduan etika AI secara sukarela. Menurutnya, penerapan AI yang etis dan bertanggung jawab adalah kunci untuk menghindari 'sisi gelap' dari teknologi ini.

"Karena kita tahu ada banyak sekali dark side of AI yang harus kita waspadai. Dan untuk itu kita terus mendorong pemanfaatan AI yang etis, aman, dan bertanggung jawab di Indoensia," kata Nezar, mengutip CNBC.

(dmi/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |