Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan bongkar pasang stimulus demi menangkal proyeksi Bank Dunia sampai Dana Moneter Internasional (IMF) bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini tak sampai 5 persen.
Ia menegaskan target pertumbuhan ekonomi di tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto adalah 5,2 persen. Namun, realisasi yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) justru hanya 4,87 persen pada kuartal I 2025.
"Ini tadi disampaikan asumsi menurut IMF, World Bank, kita akan mengalami pelemahan (pertumbuhan ekonomi) di 4,7 persen," katanya dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah sekarang berusaha untuk memitigasi prediksi atau proyeksi ekonomi yang melemah itu dengan terus melakukan kebijakan countercyclical agar ekonomi kita bisa terus mendekati di 5 persen untuk tahun ini. Karena asumsinya di 5,2 persen," jelas Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menyinggung soal pemberian stimulus kepada masyarakat Indonesia. Ia menegaskan pemerintah memberikan sederet insentif pada Juni 2025-Juli 2025 alias selama masa libur sekolah.
Wanita yang akrab disapa Ani itu juga mengklaim pemerintah memberi stimulus untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ada juga insentif untuk sektor padat karya, perumahan, sampai otomotif.
"Dan sebagian dari kekayaan negara dipisahkan (KND), yaitu dividen yang tidak lagi disampaikan kepada APBN, tapi diberikan kepada Danantara. Diharapkan bisa ikut memutar ekonomi melalui kegiatan di Danantara," tegas Ani.
Berdasarkan proyeksi terbaru Bank Dunia per Juni 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia diturunkan 0,4 persen menjadi hanya 4,7 persen untuk tahun ini. Namun, Ani menegaskan bukan cuma Indonesia yang ekonominya diprediksi layu.
Ia mencontohkan proyeksi ekonomi Amerika Serikat (AS) juga terkoreksi sangat dalam sebesar 0,9 persen menjadi hanya 1,4 persen. Di lain sisi, perekonomian Eropa terkoreksi 0,3 persen menjadi cuma 0,7 persen pada 2025.
"Tiongkok masih relatif sama di 4,5 persen. Jepang juga akan melemah menjadi hanya 0,7 persen, turun cukup drastis, koreksinya 0,5 persen. India meskipun masih bertahan di atas 6 persen, itu menurun (menjadi) 6,3 persen, koreksi 0,4 persen," jelasnya.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu menekankan stimulus senilai Rp24,4 triliun yang diberikan pemerintah merupakan cara menangkis dampak gejolak perekonomian global. Ia menyebut insentif itu sengaja diutamakan untuk tenaga kerja Indonesia.
Ada 5 insentif yang diberikan Presiden Prabowo pada Juni 2025 dan Juli 2025. Ini mencakup bantuan subsidi upah (BSU); diskon tiket transportasi; diskon tarif tol; penebalan bantuan sosial (bansos); serta perpanjangan iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK).
"Makanya kita berikan BSU, itu menjangkau sekitar 14 juta lebih tenaga kerja yang kita harapkan memberikan ruang bernapas. Tapi terus terang ini memang harus terus kita antisipasi ke depan karena gejolaknya dari Trump tariff belum selesai, belum kita tahu juga akhirnya nanti seperti apa, ditambah lagi eskalasi geopolitik," jelas Febrio selepas acara.
"Tentunya yang ingin kita siapkan adalah menjaga resiliensi dari perekonomian kita. Tadi saya sudah sebut 4,7 persen (proyeksi) dari IMF dan World Bank, kita akan jaga masih tetap di sekitar 5 persen ... Dalam jangka pendek, kita harus jaga dan lihat persis sektor mana yang kena. Makanya, kita buatkan desain stimulusnya, targetnya adalah sesuai dengan yang paling terdampak," tuturnya.
(skt/pta)