MA Larang Ekspor Pasir Laut yang Izinnya Terbit di Era Jokowi

5 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Agung (MA) melarang kegiatan ekspor pasir laut dengan mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Dosen asal Surakarta bernama Muhammad Taufiq.

MA menyatakan Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan tidak berlaku untuk umum.

Termohon dalam perkara ini adalah Presiden RI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mengadili: Memerintahkan kepada termohon untuk mencabut Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut," demikian isi putusan tersebut.

Perkara nomor: 5 P/HUM/2025 itu diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim agung Irfan Fachruddin dengan hakim anggota Lulik Tri Cahyaningrum dan Yosran. Panitera Pengganti Fandy Kurniawan Pattiradja. Putusan itu dibacakan pada Senin, 2 Juni 2025.

Dalam putusannya, MA memerintahkan kepada panitera untuk mengirimkan petikan putusan kepada Sekretariat Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara. MA juga menghukum Presiden selaku termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta.

Pertimbangan MA

MA menuturkan pemerintah diberikan tanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut melalui upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan laut dari setiap pencemaran laut serta penanganan kerusakan lingkungan laut (vide Pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan).

Di dalam Pasal 12 UU 12/2011 ditegaskan materi muatan Peraturan Pemerintah adalah berisi materi untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.

Dalam penjelasan Pasal 12 disebutkan yang dimaksud dengan "menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya" adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-undang atau untuk menjalankan Undang-undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-undang yang bersangkutan.

"Dari penjelasan tersebut, terdapat penafsiran bahwa meskipun tidak diperintahkan secara eksplisit oleh Undang-undang, Peraturan Pemerintah tetap dapat dikeluarkan oleh Pemerintah asalkan materinya tidak bertentangan dengan Undang-undang, dan asalkan hal itu memang diperlukan sesuai dengan kebutuhan yang timbul dalam praktik untuk maksud "... menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya"," tutur MA.

Sesuai konsideran PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dapat diketahui PP tersebut adalah termasuk jenis PP yang dibentuk tanpa dasar perintah Undang-undang atau tidak diperintahkan secara eksplisit oleh Undang-undang.

PP tersebut dibentuk atas dasar keperluan sesuai dengan kebutuhan yang timbul dalam praktik untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini pembentukan PP tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 56 UU 32/2014 tentang Kelautan.

Menurut MA, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut perlu dilakukan untuk mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sehingga dapat meningkatkan kesehatan laut.

Salah satu upaya pelestarian lingkungan laut tersebut dilakukan dengan pengendalian proses-proses alamiah berupa pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Dalam pengelolaan hasil sedimentasi di laut tersebut, Pasal 2 PP 26/2023 telah menegaskan kebijakan hukum yang selaras dengan ketentuan Pasal 56 UU 32/2014.

MA mengatakan objek permohonan pada dasarnya mengatur mengenai pembersihan sedimen di laut khususnya pasir laut dan pemanfaatannya oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin.

Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah penjualan hasil sedimentasi berupa pasir laut dengan syarat mempunyai izin usaha pertambangan untuk menjual.

Sementara itu, Pasal 56 UU 32/2014 dimaksudkan untuk penanganan kerusakan lingkungan laut, melalui pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan laut dari setiap pencemaran laut.

Ketentuan tersebut tidak mengatur mengenai penambangan pasir laut untuk dikomersilkan.

"Pengaturan dalam objek permohonan yang melegalkan penambangan pasir laut justru bertolak belakang dengan maksud ketentuan Pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023," ucap MA.

Kerusakan pesisir

Dalam putusan tersebut, MA memberi contoh wilayah yang pesisirnya mengalami kerusakan, terutama di pesisir utara Pulau Jawa yang tenggelam akibat abrasi dan kenaikan permukaan air laut (fakta notoir).

MA menilai pemerintah selama ini belum melakukan langkah-langkah serius dan sistematis guna menanggulangi kerusakan lingkungan pesisir tersebut.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah Agung, pengaturan komersialisasi hasil sedimentasi di laut berupa penjualan pasir laut di dalam objek permohonan adalah kebijakan yang terburu-buru dan tidak mempertimbangkan aspek kehati-hatian karena dapat mereduksi kebijakan optimalisasi pemanfaatan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut yang bersifat non komersial," ungkap MA.

"Karenanya kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut tersebut dapat dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan ketentuan Pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014," sambung MA.

Di samping itu, ketentuan Pasal 56 UU 32/2014 menurut MA tidak mengatur kewenangan pemerintah dalam pemanfaatan sumber daya laut secara komersial, in casu melalui izin usaha pertambangan untuk penjualan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023.

"Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, terbukti materi muatan dalam objek permohonan Pasal 10 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan materi yang diatur dalam peraturan yang lebih tinggi yaitu Pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, sehingga permohonan keberatan hak uji materiil a quo patut dikabulkan dan terhadap objek permohonan beralasan untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tutup MA dalam pertimbangannya.

Dibuka di era Jokowi

Kebijakan pelarangan ekspor pasir laut ditegaskan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri lewat surat keputusan bersama tiga menteri yaitu Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Lingkungan Hidup.

Alasan utamanya adalah kerusakan lingkungan dan kekhawatiran tenggelamnya pulau-pulau kecil akibat pengerukan. Namun saat pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), lewat Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) membuka lebar lagi keran ekspor pasir laut.

Pembukaan kembali keran ekspor itu dituangkan dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor' dan 'Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Kendati demikian, Jokowi membantah ia membuka kembali keran ekspor pasir laut. Ia menyatakan bahwa yang diekspor bukan pasir laut, melainkan hasil sedimentasi.

"Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya. Yang dibuka, (hasil) sedimentasi," ujar Jokowi dalam konferensi pers usai meresmikan Kawasan Islamic Financial Center di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa, 17 September 2024.

Jokowi menegaskan, meski wujudnya serupa pasir, sedimen yang dimaksud berbeda. Menurut dia, sedimentasi adalah material yang mengganggu alur pelayaran kapal dan perlu dikeruk.

"Sedimen itu beda, meski wujudnya juga pasir. Tapi sedimentasi," katanya.

Ekspor pasir laut telah dilarang sejak lebih dari dua dekade lalu. Namun, pembukaan kembali jalur ekspor terjadi lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur ketentuan ekspor, termasuk komoditas hasil sedimentasi laut.

(ryn/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |