Arti Kata Mudik dan Asal-Usul Penggunaannya

1 week ago 8

Jakarta, CNN Indonesia --

Mudik menjadi sebuah tradisi tahunan masyarakat Indonesia yang erat kaitannya dengan hari raya Idul Fitri, Natal, dan tahun baru. Saat mudik, para pekerja di kota-kota besar atau perantau akan berbondong-bondong kembali lagi ke daerah asalnya.

Namun tahukah kamu, apa arti kata mudik sebenarnya? Ternyata, asal-usul penggunaan kata mudik sudah ada sejak zaman dahulu sekali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Banyak orang mengira mudik diambil dari akronim bahasa Jawa, yaitu mulih dilik atau pulang sebentar. Namun ternyata, pegiat bahasa Ivan Lanin dalam cuitannya menyebut bahwa definisi tersebut merupakan keratabasa atau menerangkan arti sebuah kata berdasarkan suku katanya.

""Mudik" berasal dari kata "udik" (hulu) dan bukan hanya dipakai dalam bahasa Jawa. Penyamaan mudik = mulih dilik itu keratabasa," tulisnya dalam X.

Contoh keratabasa yang umum muncul di masyarakat adalah benci yang diinterpretasikan sebagai 'benar-benar cinta'.

Di sisi lain, ada yang berpendapat jika kata mudik diambil dari bahasa Melayu, yakni udik yang memiliki arti hulu atau ujung. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat Melayu lampau yang banyak tinggal di bagian hulu sungai. Setelah urusannya selesai di hilir, maka mereka akan pulang kembali ke hulu pada sore hari dengan menggunakan perahu.

Ada juga yang berpendapat jika mudik ini berasal dari bahasa Betawi, udik yang artinya kampung atau desa. Jadi mudik adalah sebuah tradisi para perantau kembali pulang ke desa dari perantauan.


Arti kata mudik dan asal-usul penggunaannya

Berbagai sumber menyebut, arti kata mudik ternyata sudah digunakan pada sebuah naskah yang berjudul Hikayat Raja Pasai tahun 1390. Pada naskah tersebut, mudik memiliki arti pergi menuju hulu sungai.

Arti ini mirip dengan apa arti mudik yang diterangkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI online, mudik diartikan (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman) atau pulang ke kampung halaman.

Ini alasannya, kata mudik digunakan untuk merujuk aktivitas tradisi yang dilakukan oleh para perantau untuk kembali lagi ke kampung halamannya untuk dapat kembali bertemu dengan keluarga dengan memanfaatkan momen libur panjang, seperti menjelang Idul Fitri, Natal, atau tahun baru.

Dilansir dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), tradisi mudik ini sudah dimulai sejak zaman kerajaan dulu, tepatnya pada zaman Kerajaan Majapahit. Kegiatan mudik pada saat itu tentu tidak ada hubungannya dengan perayaan Idul Fitri karena agama Islam belum berkembang luas.

Pada saat itu, para petinggi kerajaan, pedagang, atau pekerja yang bekerja di pusat kerajaan atau kota raja akan kembali lagi ke kampung halamannya untuk dapat bertemu dan berkumpul lagi dengan keluarga dan sanak saudara. Selain itu, mereka biasanya juga akan mengunjungi makam leluhur dan meminta keselamatan saat kembali bekerja di perantauan.

Kemudian, istilah mudik identik dengan Hari Raya Idul Fitri diperkirakan dimulai pada tahun 1970-an ketika mayoritas penduduk Indonesia telah memeluk agama Islam. Banyaknya perantau yang mengadu nasib di kota-kota besar, khususnya Ibu Kota, memanfaatkan waktu cuti untuk pulang ke kampung halaman.

Momen inilah yang membuat istilah mudik ini identik dengan Lebaran. Akan tetapi, fenomena mudik ini tidak hanya dilakukan oleh kalangan muslim saja, tetapi meluas menjadi sebuah tradisi tahunan masyarakat Indonesia.

Mudik sendiri tak sekadar rutinitas pulang kampung bagi para perantau. Namun mudik memiliki tujuan yang sangat luas. Selain untuk menjalin tali silaturahmi dengan keluarga dan sanak saudara, mudik juga merupakan sebuah pengingat bagi para perantau agar tidak lupa dengan asal-usul mereka.

Itulah arti kata mudik dan asal-usul penggunaannya yang telah menjadi sebuah tradisi bagi para perantau di tanah air.

(ahd/fef)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |