Fadli Zon: Uji Publik Penulisan Ulang Sejarah Libatkan Undip-Unand

3 hours ago 3

CNN Indonesia

Sabtu, 05 Jul 2025 14:40 WIB

Fadli Zon ungkap uji publik penulisan ulang sejarah yang dilakukan DPR melibatkan akademisi Universitas Andalas, Diponegoro, hingga Hasanuddin. Fadli Zon ungkap uji publik penulisan ulang sejarah yang dilakukan DPR melibatkan akademisi Universitas Andalas, Diponegoro, hingga Hasanuddin. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan DPR sudah mulai melakukan uji publik terkait proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Hal itu memastikan penulisan ulang sejarah tetap lanjut meski ditolak banyak pihak.

Ia mengatakan uji publik yang dilakukan DPR turut melibatkan para akademisi dari sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN), seperti Universitas Andalas, Diponegoro, hingga Hasanuddin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Teman-teman DPR kemarin sudah mulai di Universitas Andalas, di Undip, dan Universitas Hasanuddin," ujarnya kepada wartawan, dikutip Sabtu (5/7).

Di sisi lain, Fadli mengatakan untuk uji publik yang dilakukan Kementerian Kebudayaan baru akan mulai digelar pada Juli 2025. Belum ada detail waktu yang diungkap terkait uji publik itu.

"Segera itu. Kalau uji publiknya bulan Juli ini," tuturnya.

[Gambas:Video CNN]

Proyek penulisan sejarah Kementerian Kebudayaan sejak awal terus menuai sorotan karena menghilangkan sejumlah babak, terutama mengenai pelanggaran HAM berat.

Belakangan, rencana hal itu semakin menuai penolakan menyusul pernyataan Fadli Zon yang menyatakan tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan massal, dalam peristiwa 1998.

Fadli Zon beranggapan informasi tersebut hanya rumor dan tidak pernah dicatat dalam buku sejarah.

Pernyataan Fadli Zon itu mendapat kecaman berbagai pihak, termasuk dari DPR dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus kekerasan 1998 yang dibentuk Presiden ketiga RI BJ Habibie.

Belakangan, politikus Gerindra itu kemudian mengakui terjadinya kekerasan seksual, kemudian menyempitkan mempersoalkan penggunaan diksi 'massal.'

Fadli mengaku tak memiliki maksud lain di balik ini, ia mengaku tak berniat mereduksi atau menghilangkan fakta sejarah dalam peristiwa itu.

(tfq/chri)

Read Entire Article
| | | |