Kenapa PM Thailand Paetongtarn Didesak Mundur?

5 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menuai polemik usai percakapan teleponnya dengan mantan PM Kamboja Hun Sen bocor ke publik.

Percakapan yang bocor itu membuatnya didesak mundur, terlebih setelah partai konservatif Bhumjaithai, selaku mitra terbesar kedua Partai Pheu Thai-nya, memutuskan keluar dari koalisi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada apa?

Percakapan telepon Paetongtarn dengan Hun Sen bocor pada Rabu (18/6) lalu, di mana isi pembicaraan yang dilakukan pada 15 Juni itu disebut-sebut merusak nama baik militer Thailand.

Dalam percakapan itu, Paetongtarn terdengar mendesak Hun Sen untuk menyelesaikan secara damai sengketa di wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja yang belakangan tegang. Namun, pada saat itu, Paetongtarn meminta Hun Sen untuk tidak mendengarkan "pihak lain" di Thailand, termasuk seorang jenderal militer yang disebutnya "cuma ingin terlihat keren".

Ucapan Paetongtarn ini pun dikritik keras oleh masyarakat Thailand. Ia disebut melemahkan kedaulatan nasional dan menginjak militer, yang secara historis sangat sensitif terhadap otoritas negara.

Tak lama setelah percakapan itu bocor, pada Kamis (19/6), Paetongtarn pun bertemu dengan para pejabat keamanan.

Sambil didampingi oleh menteri pertahanan, kepala angkatan darat, dan komandan angkatan bersenjata, ia meminta maaf atas kebocoran tersebut dan menyerukan persatuan.

"Kita tidak punya waktu untuk berikat. Kita harus melindungi kedaulatan kita. Pemerintah siap mendukung militer dengan segala cara," ucap Paetongtarn kepada wartawan, seperti dikutip Reuters.

Paetongtarn juga mengatakan bahwa ucapannya di telepon merupakan taktik negosiasi dan ia meyakinkan masyarakat bahwa dirinya tak punya masalah dengan angkatan bersenjata Thailand.

Meski begitu, sentimen negatif masih menyelimuti pemerintahan Paetongtarn.

Partai Bhumjaithai telah menarik diri sejak Rabu malam, beberapa jam setelah percakapan telepon itu bocor.

Partai United Thai Nation, Chat Thai Pattana, dan Demokrat juga telah mengumumkan pertemuan terpisah pada Kamis untuk memutuskan langkah mereka selanjutnya menyusul polemik ini.

Jika Partai Demokrat atau UTN pada akhirnya ikut mundur, situasi ini akan membuat pemerintahan Paetongtarn berada di ujung tanduk. Mau tak mau Paetongtarn harus mengundurkan diri dari jabatannya.

Jika Paetongtarn mundur, parlemen harus menggelar sidang untuk memilih perdana menteri baru guna membentuk pemerintahan berikutnya. Saat ini, hanya lima kandidat yang memenuhi syarat untuk menjadi calon PM Thailand. Mereka merupakan yang tersisa dalam pemilu 2023.

Langkah lainnya, yaitu membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu. Jika opsi ini diambil, partai oposisi, People's Party akan menjadi yang diuntungkan di sini.

Berdasarkan jajak pendapat, People's Party saat ini merupakan yang paling populer di Thailand. Partai ini merupakan reinkarnasi dari Move Forward Party yang memenangkan suara terbanyak dalam pemilu 2023 namun dijegal dan berakhir dibubarkan oleh pengadilan pada tahun lalu.

Menurut People's Party, situasi di Thailand sekarang hanya dapat diselesaikan dengan pemilihan umum.

"Situasi kemarin terkait kebocoran panggilan telepon adalah titik puncaknya," kata pemimpin People's Party Natthaphong Ruengpanyawut dalam konferensi pers.

"Saya ingin perdana menteri membubarkan parlemen. Saya pikir rakyat menginginkan pemerintahan yang dapat menyelesaikan masalah bagi rakyat, sebuah pemerintahan yang sah yang berasal dari proses demokrasi," lanjutnya.

Selain masalah percakapan bocor, Paetongtarn juga dirundung kritik karena keterlibatan ayahnya, Thaksin, dalam pemerintahannya. Thaksin saat ini tak punya jabatan resmi, namun ia sering mengomentari kebijakan Thailand usai pulang dari pengasingan pada 2023 lalu.

(blq/dna)

Read Entire Article
| | | |