Myanmar Gelar Pemilu Usai Lima Tahun Perang Saudara

2 hours ago 2

CNN Indonesia

Minggu, 28 Des 2025 12:10 WIB

Pemungutan suara dalam Pemilu Myanmar berlangsung ketat dengan partisipasi pemilih yang minim di tengah konflik bersenjata dan pembatasan keamanan. Pemungutan suara dalam Pemilu Myanmar berlangsung ketat dengan partisipasi pemilih yang minim di tengah konflik bersenjata dan pembatasan keamanan. Ilustrasi. (Foto: CNN Indonesia/Amanda Puspita Sari)

Jakarta, CNN Indonesia --

Myanmar menggelar pemilu pada Minggu (28/12), setelah lima tahun peristiwa kudeta yang menggulingkan pemerintahan terpilih dan memicu perang saudara di berbagai wilayah negara itu.

Mengutip AFP, pemungutan suara berlangsung ketat dengan partisipasi pemilih yang minim di tengah konflik bersenjata dan pembatasan keamanan yang luas.

Sejumlah kecil pemilih terlihat mendatangi tempat pemungutan suara di wilayah yang dikuasai junta, pemerintah militer otoriter yang berkuasa di Myanmar setelah melakukan kudeta pada Februari 2021.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Junta militer menyebut pemilu ini sebagai langkah menuju kembalinya demokrasi, meski mantan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi masih dipenjara dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), telah dibubarkan serta tidak ikut dalam kontestasi.

Pemilu tersebut menuai kecaman dari aktivis, diplomat Barat, hingga Kepala HAM PBB Volker Turk. Mereka menilai pemungutan suara yang digelar secara bertahap selama sebulan itu sarat kepentingan militer, diiringi penindasan terhadap perbedaan pendapat.

Partai pro-militer Union Solidarity and Development Party diperkirakan akan menjadi pemenang utama. Para pengkritik menilai hasil pemilu hanya akan menjadi legitimasi baru bagi kekuasaan militer.

Myanmar yang berpenduduk sekitar 50 juta jiwa masih terbelah gara-gara perang saudara. Pemungutan suara tidak dilakukan di wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak. Putaran pertama pemilu dimulai pukul 06.00 waktu setempat di sejumlah daerah, termasuk Yangon, Mandalay, dan ibu kota Naypyidaw.

"Pemilu ini sangat penting dan akan membawa yang terbaik bagi negara," ujar Bo Saw, pemilih pertama di sebuah TPS di Yangon.

Namun, jumlah pemilih jauh lebih sedikit dibanding pemilu 2020, ketika antrean panjang terlihat di banyak TPS.

Berdasarkan catatan AFP, hanya sekitar 100 orang memberikan suara di dua TPS selama satu jam pertama pemungutan suara. Tidak terlihat kampanye besar seperti yang pernah dipimpin Aung San Suu Kyi sebelum kudeta.

Sebagian warga menolak pemilu tersebut. Seorang perempuan bernama Moe Moe Myint mengatakan mustahil pemilu berjalan bebas dan adil di tengah serangan udara dan konflik bersenjata.

"Bagaimana kami bisa mendukung pemilu yang dijalankan militer yang telah menghancurkan hidup kami?" ujarnya.

Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin Junta Myanmar, terus menyebut pemilu sebagai jalan menuju rekonsiliasi nasional. Namun, mayoritas partai peserta pemilu 2020 telah dibubarkan.

(ldy/pta)

Read Entire Article
| | | |