Jakarta, CNN Indonesia --
Pakar penerbangan Gerry Soejatman mengungkapkan alasan mengapa helikopter kesulitan mengevakuasi pendaki wanita asal Brasil, Juliana De Souza Pereira Marins (27) yang tewas usai jatuh saat mendaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Gerry menyebut alasan pertama terkait lokasi jatuhnya korban berada di ketinggian sekitar 9.400 kaki.
"Mau evakuasi dengan helikopter tidak gampang di ketinggian segitu dan di lereng. Performance helikopternya belum tentu sanggup, kalau sanggup, spare performance marginnya juga sudah tipis," kata Gerry kepada CNNIndonesia.com, Rabu (25/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerry menyebut kalaupun kondisi korban masih dalam keadaan hidup, memaksakan evakuasi menggunakan helikopter justru membahayakan korban.
"Kalau akibat angin/imbasan rotor helikopternya posisi korban bergeser (kondisi pasir dan kerikil di lereng curam itu tidak stabil), itu di bawah lokasi korban itu jurang vertical drop sekitar 200 meter," tutur dia.
"Masa sudah jauh-jauh mencapai korban pakai helikopter, ngos-ngosan, terus korban akhirnya meninggal karena alasan konyol ketiup kibasan rotor helikopter lalu terlempar, ke jurang, jatuh 200 meter-an lalu meninggal karena itu," imbuhnya.
Alasan selanjutnya terkait faktor cuaca di lokasi. Sebab, pencarian atau evakuasi helikopter membutuhkan dukungan visual yang memadai.
Kata Gerry, jika cuaca di lokasi berkabut maka proses pencarian ataupun evakuasi dengan helikopter tidak akan maksimal. Bahkan, menurut dia, bisa berpotensi menyebabkan insiden.
"Cuaca buruk ya enggak terbang. Untuk rescue, helinya terbang secara visual, jadi butuh cuaca yang mendukung kondisi cuaca, alias tidak bisa masuk kabut/awan. Masuk kabut/awan selagi melakukan rescue akan mengakibatkan kehilangan orientasi visual, dan berisiko heli bergeser menabrak tebing," ucap Gerry.
"Rescue mission itu peraturan utamanya satu, jangan sampai yang mau me-rescue harus di-rescue," sambungnya.
Juliana (27) dilaporkan jatuh saat mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6) sekitar pukul 06.30 WITA.
Setelah proses pencarian, tim SAR gabungan menemukan korban pada pukul 07.05 WITA, Senin (23/6). Korban ditemukan kurang lebih 500 meter bergeser dari titik awal jatuhnya dengan medan lokasi berupa pasir dan batu.
Lalu pada Selasa (24/6) kemarin, tim berhasil menjangkau korban yang berada di kedalaman 600 meter pada Selasa (24/6) kemarin. Namun, proses evakuasi terpaksa dihentikan lantaran kondisi cuaca yang tak memungkinkan dan dilanjutkan pada Rabu hari ini.
Rencananya, proses evakuasi akan dilakukan dengan metode lifting atau mengangkat korban ke atas. Selanjutnya, korban akan dievakuasi menuju ke Posko Sembalon dengana cara ditandu.
Setiba di Posko Sembalun, korban selanjutnya akan dievakuasi ke RS Bhayangkara Polda NTB dengan menggunakan helikopter. Hingga siang ini, belum ada update terbaru terkait proses evakuasi terhadap korban.
(dis/gil)