Jakarta, CNN Indonesia --
Amerika Serikat dikabarkan tengah menyusun rencana besar untuk mengubah Jalur Gaza menjadi kawasan resor futuristik. Draf rencana tersebut dipresentasikan kepada calon investor dan sejumlah pemerintah asing, namun langsung memicu kontroversi karena dinilai mengabaikan realitas kemanusiaan dan hukum internasional.
Menurut laporan The Wall Street Journal, menantu Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Jared Kushner, bersama utusan khusus AS Steve Witkoff, telah memperkenalkan cetak biru rekonstruksi Gaza yang diberi nama Project Sunrise. Proyek ini membayangkan Gaza sebagai kota metropolis berteknologi tinggi dengan resor mewah di tepi pantai, jaringan pintar berbasis kecerdasan buatan (AI), serta jalur kereta cepat.
Melansir Antara, Dalam draf tersebut, Washington disebut berpotensi menanggung sekitar 20 persen dari biaya rekonstruksi Gaza selama periode 10 tahun. Kushner dan Witkoff juga dikabarkan telah mempresentasikan rencana ini kepada investor potensial serta pemerintah asing, termasuk Turki dan Mesir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, laporan yang sama menyoroti satu persoalan krusial: draf Project Sunrise tidak menjelaskan ke mana sekitar dua juta warga Palestina akan tinggal selama proyek berlangsung. Kekosongan ini memicu kekhawatiran bahwa rencana tersebut berpotensi mendorong pemindahan penduduk secara paksa.
Keraguan terhadap kelayakan proyek juga muncul dari lembaga-lembaga PBB. Pada November lalu, ekonom UNCTAD Rami Alazzeh mengatakan proses pembersihan amunisi yang belum meledak di Gaza dapat memakan waktu hingga 10 tahun. Sementara itu, koordinator program UNCTAD Mutasim Elagraa memperkirakan pembersihan puing-puing, jika dilakukan dengan kecepatan saat ini, bisa memakan waktu hingga 22 tahun.
Perwakilan Khusus UNDP untuk Program Bantuan bagi Rakyat Palestina, Jaco Cilliers, sebelumnya menyebut sedikitnya 50 juta ton puing harus dipindahkan dari Gaza. Rekonstruksi wilayah tersebut diperkirakan membutuhkan dana sekitar US$70 miliar atau setara Rp1.168 triliun.
Melansir EuroNews, kontroversi semakin meluas setelah Presiden Donald Trump mengunggah video buatan AI yang menggambarkan Gaza sebagai destinasi wisata mewah. Video yang dibagikan di Instagram dan Truth Social itu menampilkan citra futuristik Gaza dengan bangunan berlabel Trump, patung emas raksasa dirinya, serta adegan surealis lain, termasuk versi AI Elon Musk dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Video tersebut menuai kecaman luas di media sosial. Banyak pihak menilai tayangan itu menghapus gambaran kehancuran dan penderitaan Gaza akibat konflik berkepanjangan, sekaligus mempromosikan narasi pembangunan yang dipimpin Amerika Serikat.
"Video ini sangat menggambarkan bagaimana Presiden Trump memandang Gaza dan kemungkinan kehancurannya. Ada begitu banyak elemen yang perlu dianalisis secara hati-hati," ujar Alessandro Accorsi, analis senior Teknologi dan Konflik di International Crisis Group.
Accorsi menilai video tersebut memperlakukan Gaza layaknya proyek properti semata, tanpa memberi ruang bagi agensi rakyat Palestina. Ia juga mengingatkan bahwa gagasan pemindahan penduduk, baik sementara maupun permanen, akan melanggar hukum internasional dan berpotensi dikategorikan sebagai pembersihan etnis.
Kritik juga datang karena video itu dianggap tidak sensitif terhadap kondisi kemanusiaan di Gaza. Wilayah tersebut saat ini dilanda krisis berat, dengan puluhan ribu warga Palestina tewas, kawasan permukiman hancur, dan kebutuhan dasar semakin sulit dipenuhi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali menegaskan bahwa pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka adalah tindakan ilegal menurut hukum internasional. Bagi banyak pengamat, rencana menjadikan Gaza sebagai 'Monako baru' bukan hanya tidak realistis, tetapi juga berbahaya karena mengabaikan sejarah panjang konflik, pendudukan, dan penderitaan yang masih berlangsung hingga kini.
(tis/tis)
















































